MBS (Menejemen Berbasis Sekolah)
A.
Pengertian
MBS (Menejemen Berbasis Sekolah)
Secara
umum, manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model
pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggungjawab) lebih besar
kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/keluwesan-keluwesan kepada sekolah,
dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala
sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan,
pengusaha, dan sebagainya.), untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan dan tanggungjawab untuk
mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan tuntutan
sekolah serta masyarakat atau stakeholder yang ada. (Catatan: MBS tidak dibenarkan
menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku).
Otonomi dapat
diartikan sebagai kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus
dirinya sendiri, kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok ukur
utama kemandirian sekolah. Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara
terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah
(sustainabilitas). Istilah otonomi juga sama dengan istilah swa, misalnya
swasembada, swakelola, swadana, swakarya, dan swalayan. Jadi otonomi sekolah
adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja
kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu
kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai
perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumberdaya, kemampuan memilih cara
pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif,
kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan
antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi
kebutuhannya sendiri.
Dengan otonomi yang
lebih besar, sekolah memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar
dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan
kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang,
tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan/potensi yang dimiliki
dengan fleksibilitas/keluwesan-keluwesannya, sekolah akan lebih lincah dalam
mengelola dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal.
Peningkatan
partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik,
di mana warga sekolah (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa,
tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dan sebagainya.) didorong untuk terlibat
secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan
keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika
seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka
yang bersangkutan akan mempunyai rasa memiliki terhadap sekolah, sehingga yang
bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk
mencapai tujuan sekolah. Singkatnya: makin besar tingkat partisipasi, makin
besar pula rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab;
dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula dedikasinya.
Tentu saja pelibatan
warga sekolah dalam penyelenggaraan sekolah harus mempertimbangkan keahlian,
batas kewenangan, dan relevansinya dengan tujuan partisipasi. Peningkatan
partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan
mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan
demokrasi pendidikan. Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam
program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan
lahiriyah kebersamaan/kolektif untuk meningkatkan mutu sekolah. Kerjasama
sekolah yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat,
hubungan sekolah dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran bersama bahwa output
sekolah merupakan hasil kolektif teamwork yang kompak, cerdas dan dinamis.
Akuntabilitas sekolah adalah pertanggungjawaban sekolah kepada warga
sekolahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan yang
dilakukan secara terbuka. Sedang demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang
terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan, hak
asasi manusia serta kewajibannya dalam rangka untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
Partisipasi masyarakat
terhadap penyelenggaraan sekolah telah diatur dalam suatu kelembagaan yang
disebut dengan Komite Sekolah. Secara resmi keberadaan Komite Sekolah
ditunjukkan melalui Surat Keputusan Mendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah. Dalam hal pembentukannya, Komite Sekolah
menganut prinsip transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi. Komite Sekolah
diharapkan menjadi mitra sekolah yang dapat mewadahi dan menyalurkan aspirasi
serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program
pendidikan di sekolah. Tugas dan fungsi Komite Sekolah antara lain mendorong
tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu; mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan
guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan; dan menggalang dana
masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan
pendidikan.
Selain itu, Komite
Sekolah juga dapat memberikan masukan dan pertimbangan kepada sekolah tentang
kebijakan dan program pendidikan, rencana anggaran pendidikan dan belanja
sekolah. Pendeknya, Komite Sekolah diharapkan berperan sebagai pendukung,
pemberi pertimbangan, mediator dan pengontrol penyelenggaraan pendidikan di
sekolah.
Fleksibilitas dapat
diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada sekolah untuk
mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya sekolah seoptimal mungkin
untuk meningkatkan mutu sekolah. Dengan keluwesan-keluwesan yang lebih besar
diberikan kepada sekolah, maka sekolah akan lebih lincah dan tidak harus
menunggu arahan dari atasannya untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan
sumberdayanya. Dengan cara ini, sekolah akan lebih responsif dan lebih cepat
dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Namun demikian,
keluwesan-keluwesan yang dimaksud harus tetap dalam koridor kebijakan dan
peraturan perundang-undangan yang ada.
Dengan pengertian di
atas, maka sekolah memiliki kemandirian lebih besar dalam mengelola sekolahnya
(menetapkan sasaran peningkatan mutu, menyusun rencana peningkatan mutu,
melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi pelaksanaan
peningkatan mutu), memiliki fleksibilitas pengelolaan sumberdaya sekolah, dan
memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang
berkepentingan dengan sekolah. Dengan kepemilikan ketiga hal ini, maka sekolah
akan merupakan unit utama pengelolaan proses pendidikan, sedang unit-unit di
atasnya (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, dan
Departemen Pendidikan Nasional) akan merupakan unit pendukung dan pelayan
sekolah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan mutu.
Sekolah yang mandiri
memiliki ciri-ciri sebagai berikut: sifat ketergantungan rendah; kreatif dan
inisiatf, adaptif dan antisipatif/proaktif terhadap perubahan; memiliki jiwa
kewirausahaan tinggi (inovatif, gigih, ulet, berani mengambil resiko, dan
sebagainya); bertanggungjawab terhadap kinerja sekolah; memiliki kontrol yang
kuat terhadap input manajemen dan sumberdayanya; memiliki kontrol yang kuat
terhadap kondisi kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan prestasi
merupakan acuan bagi penilaiannya. Selanjutnya, bagi sumberdaya manusia sekolah
yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciri-ciri: pekerjaan adalah miliknya, dia
bertanggungjawab, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu posisinya di mana,
dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian
hidupnya.
Contoh
tentang hal-hal yang dapat memandirikan/memberdayakan warga sekolah adalah:
pemberian kewenangan, pemberian tanggungjawab, pekerjaan yang bermakna,
pemecahan masalah sekolah secara teamwork, variasi tugas, hasil kerja yang
terukur, kemampuan untuk mengukur kinerjanya sendiri, tantangan, kepercayaan,
didengar, ada pujian, menghargai ide-ide, mengetahui bahwa dia adalah bagian
penting dari sekolah, kontrol yang luwes, dukungan, komunikasi yang efektif,
umpan balik bagus, sumberdaya yang dibutuhkan ada, dan warga sekolah
diberlakukan sebagai manusia ciptaan-Nya yang memiliki martabat tertinggi.
B.
Konsep Dasar MBS
Konsep dasar Manajemen Berbasis Sekolah adalah manajemen yang bernuansa otonomi, kemandirian dan
demokratis.
1. Otonomi, mempunyai makna
bahwa kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah
dalam mencapai tujuan sekolah (mutu pendidikan) menurut prakarsa berdasarkan
aspirasi dan partisipasi warga sekolah dalam bingkai peraturan perundangan-undangan
yang berlaku.
2. Kemandirian, mempunyai makna
bahwa dalam pengambilan keputusan tidak tergantung pada birokrasi yang
sentralistik dalam mengelola sumber daya yang ada, mengambil kebijakan, memilih
strategi dan metoda dalam memecahkan persoalan yang ada, mampu menyesuaikan
dengan kondisi
lingkungan serta peka dan dapat memanfaatkan peluang yang ada.
lingkungan serta peka dan dapat memanfaatkan peluang yang ada.
3. Demokratif, mempunyai makna
seluruh elemen-elemen sekolah dilibatkan dalam menetapkan, menyusun,
melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan untuk mencapai tujuan sekolah (mutu
pendidikan) sehingga memungkinkan tercapainya pengambilan kebijakan yang
mendapat dukungan dari seluruh elemen-elemen warga sekolah.
C. Tujuan MBS
a. Tujuan Umum
MBS
bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan
tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi,
dan akuntabilitas. Peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi
peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas, dan inovasi
pendidikan.
Dengan MBS, sekolah diharapkan
makin mampu dan berdaya dalam mengurus dan mengatur sekolahnya dengan tetap
berpegang pada koridor-koridor kebijakan pendidikan nasional. Perlu digarisbawahi
bahwa pencapaian tujuan MBS harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata
kelola yang baik (partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan sebagainya).
b. Tujuan Khusus
1.
Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan
inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan
sumber daya yang ada.
2.
Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat
dalampenyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3.
Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada masyarakat.
4.
Meningkatkan persaingan yang sehat antar sekolah tentang mutu
pendidikan yang ingin dicapai.
A. Karakteristik MBS
Manajemen
Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang
akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam
menerapkan MBS, maka sejumlah karakteristik MBS berikut perlu dimiliki.
Berbicara karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah
efektif. Jika MBS merupakan wadah/kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan
isinya. Oleh karena itu, karakteristik MBS berikut memuat secara inklusif
elemen-elemen sekolah efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses, dan
output.
Dalam
menguraikan karakteristik MBS, pendekatan sistem yaitu input-proses-output
digunakan untuk memandunya. Hal ini didasari oleh pengertian bahwa sekolah
merupakan sistem sehingga penguraian karakteristik MBS (yang juga karakteristik
sekolah efektif) mendasarkan pada input, proses, dan output. Selanjutnya,
uraian berikut dimulai dari output dan diakhiri input, mengingat output
memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedang proses memiliki tingkat
kepentingan satu tingkat lebih rendah dari output, dan input memiliki tingkat
kepentingan dua tingkat lebih rendah dari output.
a.
Output
yang Diharapkan
Sekolah memiliki output yang
diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses
pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic
achievement) dan output berupa prestasi non-akademik (non-academic
achievement). Output prestasi akademik misalnya, NUN/NUS, lomba karya ilmiah
remaja, lomba (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara-cara berpikir (kritis,
kreatif/ divergen, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah). Output
non-akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri,
akhlak/budipekerti, perilaku sosial yang baik seperti misalnya bebas narkoba,
kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama,
solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga.
b.
Proses
Sekolah yang efektif pada umumnya
memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:
1.
Proses Belajar
Mengajar yang Efektivitasnya Tinggi
Sekolah yang menerapkan MBS
memiliki efektivitas proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi. Ini ditunjukkan
oleh sifat PBM yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan
sekadar memorisasi dan recall, bukan sekadar penekanan pada penguasaan pengetahuan
tentang apa yang diajarkan (logos), akan tetapi lebih menekankan pada
internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi
sebagai muatan nurani dan dihayati (ethos) serta dipraktekkan dalam kehidupan
sehari-hari oleh peserta didik (pathos). PBM yang efektif juga lebih menekankan
pada belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do),
belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri
sendiri (learning to be).
2.
Kepemimpinan Sekolah yang
Kuat
Pada sekolah yang menerapkan MBS,
kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan,
dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala
sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat
mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program
yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala
sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar
mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu
sekolah. Secara umum, kepala sekolah tangguh memiliki kemampuan memobilisasi
sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah.
3.
Lingkungan Sekolah
yang Aman dan Tertib
Sekolah memiliki lingkungan
(iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar
dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning). Karena itu, sekolah yang
efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman, tertib melalui
pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim tersebut. Dalam hal ini,
peranan kepala sekolah sangat penting sekali.
4.
Pengelolaan Tenaga
Kependidikan yang Efektif
Tenaga Kependidikan, terutama
guru, merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah merupakan wadah. Sekolah
yang menerapkan MBS menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu, pengelolaan
tenaga kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan,
evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai pada imbal jasa, merupakan
garapan penting bagi seorang kepala sekolah.
Terlebih-lebih pada pengembangan
tenaga kependidikan, ini harus dilakukan secara terus-menerus mengingat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Pendeknya,
tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MBS adalah tenaga
kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi, selalu mampu dan sanggup
menjalankan tugasnya dengan baik.
5.
Sekolah Memiliki
Budaya Mutu
Budaya mutu tertanam di sanubari
semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh
profesionalisme. Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut:
(a)
informasi kualitas
harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang;
(b)
kewenangan harus
sebatas tanggungjawab;
(c)
hasil harus diikuti
penghargaan (rewards) atau sanksi (punishment);
(d)
kolaborasi dan
sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis untuk kerjasama;
(e)
warga sekolah merasa
aman terhadap pekerjaannya;
(f)
atmosfir keadilan (fairness)
harus ditanamkan;
(g)
imbal jasa harus sepadan
dengan nilai pekerjaannya; dan
(h)
warga sekolah merasa
memiliki sekolah.
6.
Sekolah Memiliki
Teamwork yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
Kebersamaan (teamwork) merupakan karakteristik yang dituntut oleh MBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual. Karena itu, budaya kerjasama antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.
Kebersamaan (teamwork) merupakan karakteristik yang dituntut oleh MBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual. Karena itu, budaya kerjasama antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.
7.
Sekolah Memiliki
Kewenangan
Sekolah memiliki kewenangan untuk
melakukan yang terbaik bagi sekolahnya sehingga dituntut untuk memiliki
kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan.
Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumberdaya yang cukup untuk
menjalankan tugas dan fungsinya, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya
selebihnya yaitu peralatan, perlengkapan, perbekalan, dana, dan bahan/material.
8.
Partisipasi yang
Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.
Sekolah yang menerapkan MBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.
9.
Sekolah Memiliki
Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan MBS. Keterbukaan/transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan MBS. Keterbukaan/transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
10. Sekolah
Memiliki Kemauan untuk Berubah (psikologis dan fisik)
Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan musuh sekolah. Tentu saja yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.
Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan musuh sekolah. Tentu saja yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.
11. Sekolah
Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus menerus.
Perbaikan secara terus-menerus harus merupakan kebiasaan warga sekolah. Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu, sistem mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur, proses dan sumberdaya untuk menerapkan manajemen mutu.
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus menerus.
Perbaikan secara terus-menerus harus merupakan kebiasaan warga sekolah. Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu, sistem mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur, proses dan sumberdaya untuk menerapkan manajemen mutu.
12. Sekolah
Responsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan
Sekolah selalu tanggap/responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi. Menjemput bola, adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.
Sekolah selalu tanggap/responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi. Menjemput bola, adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.
13. Memiliki
Komunikasi yang Baik
Sekolah yang efektif umumnya
memiliki komunikasi yang baik, terutama antar warga sekolah, dan juga
sekolah-masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing
warga sekolah dapat diketahui. Dengan cara ini, maka keterpaduan semua kegiatan
sekolah dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran sekolah yang telah
dipatok. Selain itu, komunikasi yang baik juga akan membentuk teamwork yang
kuat, kompak, dan cerdas, sehingga berbagai kegiatan sekolah dapat dilakukan
secara merata oleh warga sekolah.
14. Sekolah
Memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah
bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan
program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi
yang dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat.
Berdasarkan laporan hasil program ini, pemerintah dapat menilai apakah program
MBS telah mencapai tujuan yang dikendaki atau tidak. Jika berhasil, maka
pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan,
sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerjanya di masa
yang akan datang. Sebaliknya jika program tidak berhasil, maka pemerintah perlu
memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi
syarat.
Demikian pula, para orangtua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya secara individual dan kinerja sekolah secara keseluruhan. Jika berhasil, maka orangtua peserta didik perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningkatan program yang akan datang. Jika kurang berhasil, maka orangtua siswa dan masyarakat berhak meminta pertanggungjawaban dan penjelasan sekolah atas kegagalan program MBS yang telah dilakukan. Dengan cara ini, maka sekolah tidak akan main-main dalam melaksanakan program pada tahun-tahun yang akan datang.
Demikian pula, para orangtua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya secara individual dan kinerja sekolah secara keseluruhan. Jika berhasil, maka orangtua peserta didik perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningkatan program yang akan datang. Jika kurang berhasil, maka orangtua siswa dan masyarakat berhak meminta pertanggungjawaban dan penjelasan sekolah atas kegagalan program MBS yang telah dilakukan. Dengan cara ini, maka sekolah tidak akan main-main dalam melaksanakan program pada tahun-tahun yang akan datang.
15. Manajemen
Lingkungan Hidup Sekolah Bagus
Sekolah efektif melaksanakan
manajemen lingkungan hidup sekolah secara efektif. Sekolah memiliki
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, dan
pengevaluasian pendidikan kecakapan hidup (program adiwiyata) yang dikembangkan
secara terus menerus dari waktu ke waktu. Sekolah melakukan upaya-upaya untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran warga sekolah tentang
nilai-nilai lingkungan hidup dan mampu mengubah perilaku dan sikap warga
sekolah untuk menuju lingkungan hidup yang sehat.
16. Sekolah
memiliki Kemampuan Menjaga Sustainabilitas
Sekolah yang efektif juga
memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya)
baik dalam program maupun pendanaannya. Sustainabilitas program dapat dilihat
dari keberlanjutan program-program yang telah dirintis sebelumnya dan bahkan
berkembang menjadi program-program baru yang belum pernah ada sebelumnya.
Sustainabilitas pendanaan dapat ditunjukkan oleh kemampuan sekolah dalam
mempertahankan besarnya dana yang dimiliki dan bahkan makin besar jumlahnya.
Sekolah memiliki kemampuan menggali sumberdana dari masyarakat, dan tidak
sepenuhnya menggantungkan subsidi dari pemerintah bagi sekolah-sekolah negeri.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar