Kamis, 18 Desember 2014

Sejarah Kampung Kresek

Sejarah Kampung Kresek

Kresek adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Indonesia. Kecamatan ini dilalui oleh jalan Tol Jakarta Merak, tepatnya di Deasa Koper.



Sejarah Penamaan Kampung Kresek
Dari bermacam sumber ada tiga riwayat lisan yang menjadi sejarah penamaan Daerah kresek. Yang pertama: bahwa Kresek adalah nama orang, hal ini di kaitkan dengan nama seseorang yang dikubur di Gili Duhur, belakang Kantor kecamatan Kresek yang di kenal dengan nama  Ki buyut Kresek. Yang kedua: Kresek adalah nama pohon yang diberi nama dengan nama pohon Kresek, dahulu kala ada pohon kresek yang begitu besar di Kresek. Yang ketiga: Kresek adalah nama alat untuk mewadahi sesuatu karena dulu banyak para ulama dan bangsawan yang mengasingkan diri ke daerah kresek ketika terajdi kekacauan politik di kraton surasowan Banten.

Letak geografis
Secara geografis, Kecamatan Kresek berada di ujung barat sebelah utara dari Kabupaten Tangerang. Wilayahnya berbatasan dengan kecamatan Sukamulya di sebelah timur, Gunung Kaler (pemekaran kecamatan Kresek) sebelah Utara. Sedangkan sungai Cidurian di sebelah barat menjadi batas antara Kresek dan kecamatan Binuang yang masuk wilayah Serang.

Bahasa yang Digunakan
Masyarakat Kresek khususnya ibu Kota kecamatan kresek, yakni Desa Kresek, dan sekitarnya menggunakan bahasa Jawa-Banten dalam keseharian. Bahasa Jawa-Banten ini berkembang selain karena letaknya dengan ibu kota kesultanan Banten pada zaman dahulu yang begitu dekat, juga karena memang sebagian masyarakat Kresek adalah keturunan bangsawan kraton Surasowan Banten.

Asal-Usul Masyarakat Kresek
Masyarakat Kresek diperkirakan telah menjadi suatu komunitas  penduduk tetap pada awal permulaan berdirinya kesultanan Banten, sama dengan daerah Banten utara lainnya seperti: Tirtayasa, Pontang, Tanara, Kronjo dan Mauk. Paling tidak beberapa tahun setelah daerah-daerah tersebut. Hal yang demikian itu bila jika benar bahwa Pangeran Jaga Lautan bin Maulana hasanuddin tinggal dan menetap di sekitar kawasan Pulo cangkir seperti letak makamnya saat ini.
Ada juga yang mengatakan bahwa walau makam P. jaga lautan terletak di pulo Cangkir tetapi rumah kediamannya terdapat di cakung bersama dengan anaknya yaitu Raden kenyep yang merupakan Bapak moyang dari masyarakat Kresek. Jika ini benar, maka masyarakat Kresek lebih tua dari daerah sekitarnya.
Raden Kenyep mempunyai anak yaitu: Ciliwulung, Ciliwangsa, Ciliglebeg, Cilimede, Cilibadrin, Cilimandira, Cilibayun, Cilikored, Cilijohar, dan Cilibred. Dari sekian anak-anak Raden kenyep, hanya keturunan Syekh Ciliwulung yang dicatat rapih oleh para keturunannya. Syekh ciliwulung inilah yang menurunkan keturunan yang sekarang sebagian besar tinggal di Kresek dan sekitarnya.
Syekh Ciliwulung mempunyai anak yaitu Syekh Cinding, syekh Sauddin, syekh syuaib dan Ratu Fatimah. Kemudian Ratu Fatimah menikah dengan cucu sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Qadir yang bernama Raden Mahmud bin Pangeran Soleh pada masa pemerintahan sultan Maulana Manshur Abunnashar Abdul Kohar (1683-1687)  atau yang dikenal dengan sultan Haji.
Dari pernikahan ini mempunyai putra bernama Raden Hasan Bashri yang kemudian menjadi ulama besar yang tinggal di Cakung (kurang lebih satu kilometer dari Kresek) dikenal dengan nama syekh Hasan Bashri. Kuburannya sekarang ramai di ziarahi orang.
Syekh Hasan Bashri mempunyai empat orang anak yaitu Syekh Ibrohim di Cakung, syekh hasan Mustofa di palembang, dan nyai Ratu syarifah di tirtayasa.
Syekh Ibrohim mempunyai anak Syekh Abdullah yang dikenal dengan nama Ki Bulus. Syekh Abdullah menikahkan anaknya yang bernama Syekh Alim dengan Nyai Ratu hadisah cicit Sultan maulana Mansur. Ayah nyai ratu hadisah adalah Raden Nururrohim bin Pangeran Abdul Muid bin sultan Maulana Mansur Abunnashar Abdul Kohar.
Syekh Alim adalah seorang ulama besar yang mempunyai pesantren di daerah Kresek. Ia mempunyai anak Syekh Bendo atau syekh Murtadho, nyai Ratu Antimah, Nyai ratu Darwinah dan nyai ratu Aminah.
Dari Syekh Alim inilah banyak menurunkan para ulama yang sekarang ada di Kresek dan sekitarnya. Selain dari keturunan Syekh ciliwulung dan syekh Hasan Bashri, masyarakat Kresek juga terbentuk dari dibukanya perkampungan-perkampungan baru oleh Sultan agung tirtayasa.
Sultan Agung Tirtayasa Membangun Kampung-Kampung di Tanara-Kresek pada tahun 1659. Sultan Agung Tirtayasa berencana membangun terusan dari sungai cidurian ke sungai cisadane. Sungai Cidurian adalah sungai yang melewati Jayanti, Kresek, Gunung kaler dan Tanara. Akhirnya proyek ini dimulai pada tanggal 27 April 1663. Terusan ini menghubungkan sungai cidurian ke sungai Pasilian, yang juga dinamakan Cimanceuri, melewati Balaraja sepanjang enam kilometer.
Pada tanggal 9 September 1663, sultan Agung Tirtayasa berangkat ke Tanara melalui laut dengan 150 kapal dan mengangkut limaribu orang laki-laki. Selain membuat terusan, sultan Agung juga membuat lahan persawahan baru yang membentang disekitar terusan. Dalam pembangunan itu sultan Agung membuat pesanggrahan untuk tetap tinggal di lokasi selama pembangunan. Diberitakan dalam tulisan berbahasa belanda dengan judul“La politique vivriere de Sultan Ageng’  yang pertama kali diterbitkan oleh majalah Archipel  pada tahun 1995, bahwa rumah sultan itu berada di ‘pegunungan’ Tanara. Atau tempat yang agak tinggi struktur tanahnya di sekitar Tanara. Diperkirakan lokasi tempat rumah itu di  Gunung Kaler, pertengahan antara Tanara-Kresek.
Persawahan yang dibangun sultan Agung itu membentang datar dari mulai Sawah luhur sampai Pontang, dari Pontang sampai Lempuyang, dari Lempuyang  sampai Tersaba, dari Tersaba sampai Carenang, dari Carenang sampai Cikande, dari Tanara sampai Kresek, dari Kresek sampai Balaraja, dari Balaraja sampai Mauk, dari Mauk kembali sampai Kronjo. Di lokasi persawahan itu, Sultan Agung membuat desa-desa baru sebagai komunitas penduduk ‘Jawa-Banten’. Perpindahan penduduk dari ibu Kota Surosowan itu tidak hanya terbatas di daerah yang disebutkan di atas, Sultan juga membuat desa-desa baru di sepanjang sungai cisadane-Tangerang. Berbeda dengan daerah sebelumnya, penduduk baru ini diwajibkan menanam kelapa di sepanjang perbatasan dengan Batavia. Hal ini selain untuk kepentingan pangan, juga sebagai tantangan kepada musuh bebuyutan sultan agung yaitu pemerintah VOC di Batavia akan keseriusan Sultan Agung dalam sikapnya menentang segala macam monopoli yang dijalankan VOC.
VOC menganggap kampung-kampung baru yang di buat Sultan Agung ini sebagai politik kelas tinggi dari seorang raja yang cerdik. Bukan hanya mengakibatkan Banten menjadi Negara yang mandiri secara pangan, tapi juga membuat Kraton Surasowan tidak bisa di serang secara langsung oleh musuh, karena sebelum sampai ke kraton musuh harus berhadapan dengan penduduk-penduduk ‘Jawa’ yang setia kepada sultan. Dalam sensus tahun 1659 penduduk ‘Jawa’ di ibu kota Kota Surasowan  berjumlah 100.000,- orang. Sedangkan yang berada di pemukiman baru sekitar 30.000,- orang.


Referensi:







1 komentar: